Minggu, 12 Oktober 2014

Tulisan Pertemuan 1

Demo Buruh di Balai Kota Jakarta Tuntut Kenaikan Upah
JAKARTA—Masalah upah minimum buruh di provinsi DKI Jakarta masih belum ada titik temu yang bisa disepakati antara para buruh dengan pengusaha. Terkait hal itu,  ratusan buruh dari Forum Buruh DKI Jakarta, melakukan aksi demonstrasi di depan Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan Jakarta, menuntut upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta sekitar Rp 2,8 juta.  

Sekretaris Jenderal Kimia Energi Pertambangan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KEP KSPI) Tohendi menjelaskan dari kalangan pengusaha yang diwakili oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta, hingga kini belum memberikan tawaran angka nominal dalam penentuan UMP DKI Jakarta.
“Kita lihat tidak ada itikad baik dari Apindo untuk menyelesaikan masalah upah ini. Mereka hingga kini tidak pernah menunjukkan angka. Dari pemerintah juga belum menentukan angka, termasuk dari pengusaha. Kalau mereka keberatan dengan angka sekitar Rp 2,8 Juta dari buruh, ya udah berapa penawarannya?” ungkap Tohendi.

Sebelumnya dari perwakilan buruh dan pengusaha melakukan pertemuan dengan difasilitasi oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta (Disnakertrans) pada 9 November 2012 lalu, untuk membahas soal upah minimum ini, namun pertemuan itu gagal mencapai titik temu karena tidak hadirnya perwakilan dari Apindo DKI Jakarta. Sekretaris Jenderal Forum Buruh DKI Mohammad Toha  mengaku kecewa dengan sikap dari Apindo DKI Jakarta.

“Mestinya ini sudah diputuskan dalam pertemuan itu, berapa UMP DKI Jakarta. Kepala Disnakertrans mengundang pada tanggal 9 lalu, kita sebagai buruhdiundang ya datang. Eh, dari Apindo malah tidak datang,” ungkap Muhammad Toha.  

Sementara itu menanggapi ancaman kalangan pengusaha yang mengancam menarik investasinya di Indonesia dengan menutup usahanya, Bayu Murnianto Presidium Forum Buruh DKI Jakarta memastikan hal itu tidak akan terjadi. Menurutnya, hambatan utama seorang pengusaha di Indonesia dalam berinvestasi selalu dibayangi dengan banyaknya pungutan liar (pungli)  dan korupsi.

“Tidak ada pengusaha atau bahkan Apindo sendiri, menyatakan keberatan dengan UMP DKI Jakarta sekitar Rp 2,8 Juta sebagaimana yang diminta kaum buruh. Intinya adalah, buruh di Indonesia ini masih rendah. Bahkan dalam pertemuan perwakilan buruh dengan Ahok (Wagub DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama), dia mengatakan seharunya buruh menuntut UMP minimal Rp 5 Juta. Nah kemudian Sofyan Wanandi (Ketua Umum Apindo) mengatakan  pengusaha mau hengkang, ini apa maksudnya? Di KBN (Kawasan Berikat Nusantara Jakarta), tidak ada pengusaha di sana yang mengatakan mau hengkang. Yang penting adalah, benahi pungli dan korupsi di Indonesia. Kalo tidak ada korupsi dan pungli, pengusaha pastikasih untuk buruh. Belum lagi persoalan birokrasi di Indonesia. Ini yang harus dibenahi. Dan Ahok, kabarnya siap untuk membenahi itu. Angka UMP yang diajukan buruh sebenarnya adalah angka yang kecil, bisa beli apa di Jakarta?” ujar Bayu.

Ketua Apindo Anton Supit kepada VOA mengatakan upah minimum yang ditetapkan oleh kalangan buruh harus juga melihat dari daya dukung ekonomi masyarakat atau konsumen. Jika tidak dihitung dengan cermat, maka dipastikan akan berdampak pada rasionalisasi di setiap perusahaan.

“Saya pribadi setuju, pada suatu hari upah buruh di Indonesia itu naik bukan cuma Rp 2 Juta atau Rp 3 Juta, tapi Rp 10 Juta hingga Rp 20 Juta kita akan happy karena daya beli yang pada akhirnya akan membeli produk kita. Tapi yang kita persoalkan sekarang adalah daya dukung ekonomi kita, apakah sudah sanggup untuk itu? Misalnya sepatu, sekarang ini labor cost untuk harga sepatu itu sudah 25 %, harga material 55 – 60 % tergantung jenisnya, artinya kita bisa memanage sekitar 80 %. Nah 20 % yang tersisa untuk over head, bunga bank, pajak dan keuntungan. Dengan kenaikkan upah buruh (taruhlah) Rp 2 Juta, akan membuat labour cost di sepatu untuk export menjadi 30 %. Persoalannya sekarang, apakah kenaikkan 5 % dari segi labour cost ini akan diterima oleh buyers. Kalo buyers tidak setuju dengan kenaikan ini, lantas kita jual kemana? Pasti kita harus berpikir efisiensi kita usahakan semaksimal mungkin. Jalan terakhir adalah rasionalisasi,” papar Anton Supit.   

Anton Supit juga menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan intervensi dalam masalah UMP ini, dengan mewacanakan UMP sebesar Rp 2 Juta.

Staf khusus Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, kepada VOA memastikan, Kementrian Tenaga Kerja tetap akan mendorong Provinsi DKI Jakarta agar terus memfasilitasi perundingan antara buruh dengan pengusaha karena masalah UMP DKI Jakarta akan segera diumumkan pada 20 November 2012 mendatang.

“Pemerintah DKI harus proaktif. Pihak Gubernur seperti Pak Jokowi dan Pak Ahok itu harus membantu berkomunikasi dengan Apindo DKI supaya mulai lagi ikut rapat. Juga kepada serikat pekerja jangan ikut-ikutan mogok atau tidak hadir dalam setiap rapat. Nanti target maksimal mengumumkan UMP tanggal 20, malah tidak tercapai,” ungkap Dita Sari.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar