Potensi Panas Bumi
Indonesia
Sampai saat ini, sumber energi dunia masih sangat bergantung
pada bahan bakar fosil yang persediaannya semakin menipis. Akibatnya, setiap
terjadi kenaikan harga bahan bakar fosil selalu menimbulkan dampak ekonomi yang
sangat besar. Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil juga terbukti memberikan
kontribusi yang besar terhadap emisi CO2 sebagai gas rumah kaca
penyebab terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Karena itu sudah
saatnya ketergantungan terhadap sumber energi fosil dikurangi dan dialihkan
pada sumber energi alternatif yang tidak hanya melimpah tetapi juga ramah
lingkungan. Salah satu sumber energi yang memenuhi kriteria tersebut adalah
energi panasbumi.
Dari sisi dampaknya terhadap lingkungan, energi panasbumi merupakan sumber energi alternatif yang relatif bersih dibandingkan sumber energi fosil seperti minyak bumi, batu bara dan gas alam. Secara umum, pembangkit listrik tenaga panasbumi (PLTPB) hanya mengemisikan CO2 sebagai salah satu gas rumah kaca dalam jumlah yang sangat kecil. Studi yang dilakukan IAEA pada tahun 1989 menunjukkan bahwa PLTPB hanya mengemisikan 57 gram CO2untuk setiap kWh listrik yang dihasilkan, sedangkan studi pada tahun 1992, PLTPB hanya mengemisikan 42 gram CO2untuk setiap kWh. Sementara untuk pembangkit listrik tenaga fosil mengemisikan 460 – 1290 gram CO2 untuk setiap kWh listrik (Trevor, 2005).
Sementara dari sisi potensinya, Indonesia mempunyai sumber panasbumi yang melimpah dengan potensi sekitar 27.000 MW atau sebesar 40% cadangan dunia yang merupakan terbesar di dunia Namun demikian, pemanfaatan energi panasbumi baru mencapai 900 MW atau 4% dari kapasitas terpasang nasional. Pengembangan energi panasbumi tahun 2020 diharapkan dapat menjadi 6000 MW (Ibrahim, 2005).
Tentu menjadi pertanyaan, mengapa dengan potensi yang sangat besar ternyata masih sangat sedikit sekali dimanfaatkan? Yang saya tahu, pertama, sifat nature panasbumi yang tidak bisa disimpan di dalam wadah atau tangki sebagaimana halnya seperti BBM (masak mau disimpan di termos??). Jadi begitu dikeluarkan dari perut bumi, harus langsung dimanfaatkan, baik untuk pemutar turbin untuk pembangkit listrik, maupun kegunaan lain seperti pemanas, pengering, dsb. Karenanya pemanfaatan energi panasbumi ini lebih bersifat lokal, kecuali telah terintegrasi dengan jaringan listrik (Jawa-Bali misalnya). Kedua, proses pengembangan mulai dari eksplorasi hingga eksploitasi masih merupakan kegiatan yang high investation, high risk. Ketiga, kebijakan pemerintah masalah harga listrik dari panasbumi yang dinilai terlalu mahal, apalagi pembeli listrik hanya dimonopoli PLN. Keempat, kendala sosial-budaya di masyarakat. Sebagai contoh, kasus di Bedugul Bali, dimana ada resistensi dari masyarakat sekitar karena pembangunan fasilitas dikhawatirkan akan mengganggu hutan adat mereka. Atau seperti di Dieng yang pada tahun 70-an sempat heboh dengan gas beracun yang menewaskan banyak orang sehingga khawatir kalau dieksploitasi juga akan menimbulkan dampak serupa. Ditambah lagi dengan kejadian meledaknya pipa transmisi uap di Dieng beberapa waktu yang lalu menambah ‘trauma’ masyarakat.
Energi panasbumi sendiri sebenarnya kurang tepat jika disebut sebagai sumber energi yang terbarukan, tetapi lebih tepat dikatakan sebagai sumber energi yang berkelanjutan (sustainable). Istilah pertama (terbarukan) berkaitan dengan sifat alami sumber panas tersebut yakni adanya intrusi magma, sedangkan istilah berkelanjutan lebih berhubungan dengan bagaimana sumberdaya tersebut dimanfaatkan (Axelsson, 2005). Pada sistem panasbumi, pemanfaatan energi dapat diperpanjang atau berkelanjutan dengan strategi produksi dan injeksi yang optimal. Hal ini disebabkan fluida panasbumi sebagai media penghantar panas (energi) berasal dari air meteorik (air hujan) sehingga harus tetap terpelihara ketersediaannya dengan cara reinjeksi kembali fluida yang telah diproduksi ke dalam reservoir.Sustainable secara umum berarti sistem produksi yang diaplikasikan dapat menunjang tingkat produksi dalam jangka waktu yang lama (the production system applied is able to sustain the production level over long times) (Rybach, 2006).
Letak Indonesia secara tektonik berada pada daerah pertemuan antara tiga lempengan yaitu lempengan Euroasia, India-Australia dan Pasifik. Daerah subduksi terjadi antara dua lempengan, yaitu lempeng Euroasia dan India-Australia, memanjang dari pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusatenggara. Adanya gesekan antara lempengan lautan dan lempengan daratan melalui proses subduksi tersebut menyebabkan terjadinya lelehan batuan pada lapisan litosfer, dimana lelehan tersebut (magma) naik menuju permukaan (ekstrusi) membentuk gunung api. Daerah gunung api mempunyai efek positif terhadap potensi menghasilkan daerah panasbumi.
Beberapa daerah panasbumi di Indonesia yang telah dieksploitasi
untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik adalah: Sibayak (Sumatra Utara),
Salak, Karaha-Bodas, Kamojang, Wayang Windu, Darajat (Jawa Barat), Dieng (Jawa
Tengah) dan Lahendong (Sumatera Utara) dengan total kapasitas
sebesar 822 MW. Sementara daerah potensial yang sedang dieksplorasi
antara lain: Ulubelu (Lampung), Bedugul (Bali), Mataloko (Nusa Tenggara Barat),
Kotamubago (Sulawesi Utara) dan lainnya (Fauzi, 2000).
Sumber:
Persediaan bahan bakar fosil yang sudah semakin menipis menyebabkan setiap terjadinya kenaikan bahan bakar fosil selalu menimbulkan dampak ekonomi yang sangat besar, selain itu dapat menyebabkan emisi CO2 sebagai gas rumah kaca penyebab terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Sehubungan dengan kelangsungan hidup manusia dimasa depan ketergantungan terhadap sumber energi fosil dikurangi dan dialihkan pada sumber energi alternatif yang tidak hanya melimpah tetapi juga ramah lingkungan.
Salah satu sumber energi yang memenuhi kriteria tersebut adalah energi panas bumi. Dari sisi dampaknya terhadap lingkungan, energi panas bumi merupakan sumber energi alternatif yang relatif bersih dibandingkan sumber energi fosil seperti minyak bumi, batu bara dan gas alam. Secara umum, pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTPB) hanya mengemisikan CO2 sebagai salah satu gas rumah kaca dalam jumlah yang sangat kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar