Nuklir, Pembangkit Listrik Dunia
[oleh: Fran Kurnia, Staf Kominfo 102FM]
Kenaikan BBM menimbulkan berbagai dampak negatif dalam masyarakat. Hal ini memang telah diramalkan akan terjadi sebelumnya oleh para eksekutif yang notabene setuju terhadap kenaikan BBM. Tetapi, bukan dampak negatif ataupun politisasi kenaikan harga BBM di Indonesia yang akan dibahas kali ini, melainkan sisi positif yang dapat ditarik dari kemelut permasalahan bangsa ini, yaitu pemenuhan kebutuhan energi listrik dalam masyarakat dengan menggunakan reaktor nuklir.
Perencanaan opsi pembangunan reaktor nuklir dalam memenuhi kebutuhan energi nasional telah dimulai sejak tahun 2000. Lima tahun kemudian, pemerintah sepakat dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir pertama dan rencananya tahun 2010 konstruksi awal PLTN I dimulai sehingga tahun 2016-2017 PLTN I sudah dapat beroperasi [Kompas, edisi cetak 13 Juli 2007]. Lalu yang terjadi hingga hari ini ialah hanya tanda tanya besar akan keberadaan reaktor nuklir di Indonesia.
Jika ditelaah dari ilmu sosial yang telah didapat dari bangku SD hingga perguruan tinggi terlihat bahwa peningkatan populasi penduduk yang berbanding lurus dengan kebutuhan energi,terutama untuk negara yang menunjukkan perkembangan penduduk agrikultural menuju industrial. Menipisnya cadangan sumber energi konvensional (seperti minyak bumi dan gas), serta keterbatasan daya dukung lingkungan terhadap efek penggunaan sumber energi konvensional adalah sebagian alasan pemilihan energi nuklir sebagai alternatif dan cadangan kebutuhan energi dalam negeri.
Sekarang, jika melihat di negara-negara maju, seperti Amerika, Jepang dan Perancis. Bukankah belum pernah terdengar berita di beberapa negara ini terjadi tindakan-tindakan anarkis dari masyarakat akibat kenaikan harga BBM? Mengapa hal ini dapat terjadi? Ya, mereka telah berhasil mengurangi dominasi sumber energi konvensional di negaranya. Sehingga, tidak ada alasan untuk menaikkan harga barang-barang kebutuhan pokok jika harga minyak dunia naik. Lalu bagaimana negara-negara maju ini mengurangi dominasi sumber energi konvensional yang notabene merupakan sumber energi utama untuk negara-negara berkembang? Energi nuklir, yang berhasil membuat reformasi energi itu.
Di seluruh dunia saat ini ada 441 reaktor nuklir. Bahkan, sampai tahun 2020 PLTN akan bertambah 126 buah. Dari jumlah itu, 40 di antaranya berada di China. China sudah bertekad memanfaatkan PLTN yang murah, aman, dan bersih untuk memenuhi kebutuhan 1,3 miliar penduduknya. Di Negara lain, Prancis telah memenuhi 78 persen kebutuhan listriknya dari PLTN. Jepang juga, sekitar 40 persen kebutuhan listriknya diperoleh dari PLTN. Belum lama ini, Presiden AS George W Bush juga telah menyampaikan rencana pembangunan konstruksi energi nuklir AS tahun 2010, dan mengingatkan bahaya seputar ketergantungan pada minyak. Memberikan contoh Perancis, China dan India, Presiden Bush mendesak program 1,1 miliar dolar AS untuk mempromosikan konstruksi pembangkit energi tenaga nuklir, sesuatu yang sudah tidak dilakukan AS sejak 1970-an.
Bahkan, di AS, tahun 2002 presiden AS George Bush telah meluncurkan program Nuclear Power 2010 dengan fokus pada komersialisasi reaktor generasi III+. Program ini didukung oleh US Energy Policy Act2005 (Epact 2005). Berdasarkan UU ini Pemerintah AS memberikan tiga bentuk subsidi bagi industri nuklir: tax production credit sebesar 18 dollar AS/MWh sampai 125 juta dollar AS per 1.000 MW, ketetapan untuk mendapatkan jaminan sampai 80 persen biaya proyek oleh pemerintah federal dan, jaminan risiko (risk insurance) sebesar 500 juta dollar AS untuk dua unit pertama dan 250 juta dollar AS untuk unit 3-6. Jaminan ini akan dibayarkan jika keterlambatan pembangunan bukan disebabkan oleh penerima lisensi [Kompas, edisi cetak 25 Juli 2007]. Berbagai subsidi ini membuat perekonomian PLTN lebih baik karena sejumlah biaya dan risiko investasi ditanggung oleh konsumen dan publik AS.
Rusia dan beberapa negara Eropa barat lainnya merupakan contoh negara-negara yang telah memanfaatkan energi nuklir dalam menghidupi kebutuhan listrik, baik permukiman maupun industri. Tragedi Chernobyl maupun kasus tumpahan limbah radioaktif seharusnya tidak menjadi alasan meniadakan pengembangan energi nuklir di Indonesia. Daya dukung konstruksi, teknologi pengolahan uranium sebagai bahan baku energi nuklir, serta pengolahan limbah radioaktif yang harus dioptimalkan.
Kebutuhan akan listrik adalah primer, apalagi berkaitan dengan pembangunan yang sedang berjalan. Berapa banyak investor yang ke luar Indonesia karena macetnya suplai listrik industri. Berapa kerugian yang diderita perusahaan dan industri kecil menengah selama krisis listrik melanda Indonesia, khususnya daerah Jawa, Madura, dan Bali. Kali ini sudah waktunya Indonesia menggeliat dengan sebuah pembangkit listrik berkelas dunia, reaktor nuklir.
Sumber:
komentar :
Pembangkit tenaga nuklir adalah salah satu energi alternatif untuk mengatasi kelangkaan bahan bakar fosil karena disebabkan oleh perubahan alam, perubahan cuaca dan perubahan iklim yang terjadi belakangan ini. Salah satu energi yang dapat dihasilkan dari tenaga nuklir digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga nuklir. Pembangkit listrik tenaga nuklir dapat diandalkan sebagai pemasok kebutuhan listrik suatu bangsa/negara, sehingga banyak negara membangun reaktor nuklir untuk memenuhi kebutuhan energi di negaranya.
Selain itu penggunaan PLTN memiliki banyak keuntungan seperti tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca, tidak mencemari udara, mengurangi polusi, sedikit menghasilkan limbah padat, biaya bahan bakar rendah, ketersediaan bahan bakar yang melimpah (karena sangat sedikit bahan bakar yang diperlukan), dan baterai nuklir. Walaupun demikian masih terdapat beberapa hal yang menjadi kekurangan dari PLTN seperti resiko kecelakaan nuklir, limbah nuklir (limbah radioaktif tingkat tinggi yang dihasilkan dapat bertahan hingga ribuan tahun).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar