Kamis, 25 Juni 2015

Analisis Kasus REBT

Muslim dan terorisme adalah dua hal yang berbeda tetapi sering dipandang sama oleh beberapa orang, terutama setelah kejadian runtuhnya menara kembar WTC atau lebih akrab di kenang sebagai 9/11 Tragedy. Kejadian tersebut adalah bencana terbesar bagi umat muslim dunia, terutama umat muslim di Amerika Serikat. Setelah kejadian 9/11 muslim di Amerika Serikat diterpa berbagai macam tudingan negatif, banyak serangan-serangan kepada kelompok atau individu muslim setelah kejadian tersebutm walau hal ini hanya terjadi pada minoritas kecil. Menurut survey tahun 2007, 53% muslim yang tinggal di Amerika merasa jauh lebih sulit tinggal di sana setelah serangan 9/11, wanita muslim yang menggunakan hijab diganggu, akibatnya banyak wanita muslim yang memilih tinggal di rumah dan sebagian lainnya memilih meninggalkan pekerjaannya. Secara tidak langsung warga Amerika serikat telah “mengidap” Muslim Phobia, sebuah keyakinan irasional dan ketakutan yang tidak punya dasar kuat dan alasan yang rasional terhadap umat muslim.

REBT
Dalam kasus tersebut, para psikolog dan terapis bisa bekerja sama untuk menghilangkan keyakinan-keyakinan semacam itu. Mereka bisa menggunakan teknik konseling yang di namakan REBT (Rational Emotive Behavior Therapy), yaitu terapi yang bertujuan untuk menghilangkan keyakinan irasional para pasiennya.
Psikolog dan terapis bisa menghilangkan keyakinan tersebut dengan teknik bertahap, yaitu :
a.       Assertive training. Yaitu melatih dan membiasakan klien terus menerus menyesuaikan diri dengan perliaku tertentu yang diinginkan.
b.      Sosiodrama. Yaitu semacam sandiwara pendek tentang masalah kehidupan sosial.  
c.       Self modeling. Yaitu teknik yang bertujuan menghilangkan perilaku tertentu, dimana konselor menjadi model, dank lien berjanji akan mengikuti.
d.      Social modeling. Yaitu membentuk perilaku baru melalui model sosial dengan cara imitasi, observasi.
e.       Teknik reinforcement. Yaitu memberi reward terhadap perilaku rasional atau memperkuatnya (reinforce).
f.       Desensitisasi sistematik
g.      Relaxation.
h.      Self-control. Yaitu dengan mengontrol diri.
i.        Diskusi.
j.        Simulasi, dengan bermain peran antara konselor dengan klien.
k.      Homework assignment (metode tugas).
l.        Bibliografi (memberi bahan bacaan)

Dengan dilakukannya proses tersebut semoga tidak ada lagi pemikiran irasional terhadap umat islam dan umat agama lainnya.

Arindi Azraningtyas Putri (11512134)
Muhammad Reynaldy Octavian (15512048)
Oksiana Dwi Gandini (15512578)


Rabu, 18 Maret 2015

What Do You Think About Psychotherapy?


1.      Definisi Psikoterapi
Wolberg (1954) merumuskan psikoterapi sebagai suatu bentuk perawatan (atau perlakuan, treatment) terhadap masalah yang timbul yang asalnya dari faktor emosi pada mana seorang yang terlatih, dengan terencana mengadakan hubungan profesional dengan pasien dengan tujuan memindahkan, mengubah sesuatu sintom dan mencegah agar sintom tidak muncul pada seseorang yang terganggu pola perilakunya, untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi secara positif.
Ivey & Simek-downing (1980) mengemukakan bahwa psikoterapi adalah proses jangka panjang, berhubungan dengan upaya merekontruksi seseorang dan perubahan yang lebih besar pada struktur kepribadian.
Hamdani (2001) mengatakan bahwa psikoterapi ialah perobatan penyakit dengan cara kebatinan atau penerapan teknik khusus pada penyembuhan penyakit mental atau pada kesulitan penyesuaian diri setiap hari.
Sedangkan menurut Maznah dan Zainal (2003), psikoterapi ialah proses membantu individu bermasalah yang lebih serius. Biasanya ia mengambil masa yang lebih lama dan melibatkan peranan psikiatris yang berkemahiran dalam bidang psikologi dan perobatan.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa istilah psikoterapi ialah membantu individu yang emosinya terganggu. Biasanya melibatkan psikiatris yang mahir untuk memberikan perlakuan atau treatment khusus kepada pasien yang mengalami masalah atau gangguan mental, dimaksudkan untuk merekontruksi struktur kepribadian pasien secara positif.

2.      Tujuan dari Psikoterapi
Tujuan psikoterapi:
a.       Perawatan akut (intervensi krisis dan stabilisasi)
b.      Rehabilitasi (memperbaiki gangguan perilaku berat)
c.       Pemeliharaan (pencegahan keadaan memburuk jangka panjang)
d.      Restrukturisasi (meningkatkan perubahan yang terus-menerus pada pasien)

Menurut Stefflre & grant (1972) pada psikoterapi tujuannya lebih sentral, tidak hanya memperhatikan saat sekarang, melainkan yang akan datang, jadi usaha untuk mengubah struktur kepribadian yang mendasar. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa tujuan psikoterapi yaitu untuk mengubah pemikiran, perilaku dan perasaan pasien sehingga dapat mengembangkan potensi dirinya ke arah yang positif.

3.      Unsur-unsur dari Psikoterapi
Masserman (karasu, 1984) telah melaporkan tujuh “parameter pengaruh” dasar yang mencakub unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi. Dalam hal ini termasuk:
a.       Peran sosial (martabat) psikoterapis)
b.      Hubungan (persekutuan terapeutik)
c.       Hak
d.      Retrospeksi
e.       Re-edukasi
f.       Rehabilitasi
g.      Resosialisasi & rekapitulasi

4.      Perbedaan antara Psikoterapi dan Konseling
Konseling dan psikoterapi memiliki persamaan dan perbedaan serta mempunyai keterkaitan satu dengan lainnya. Perbedaan antara keduanya tidak bisa dibuat secara jelas, akan tetapi banyak hal-hal yang merupakan praktek psikoterapis, dan hal-hal yang merupakan praktek psikoterapis juga dilakukan oleh konselor. Sekedar gambaran perbedaan adalah sebagai berikut.
a.       Konseling umunya berkenaan dengan orang-orang yang tergolong normal, sedangkan psikoterapi terutama berkenaan dengan orang-orang yang mendapat gangguan psikis.
b.      Konseling lebih bersifat edukatif, suportif, berorientasi kesadaran, dan jangka pendek; sedangkan psikoterapi lebih bersifat rekonstruktif, konfrontif, berorientasi ketidaksadaran, dan jangka panjang.
c.       Konseling lebih terstruktur dan terarah kepada tujuan-tujuan yang lebih terbatas dan konkrit; sedangkan psikoterapi lebih luas dan mengarah kepada tujuan yang lebih jauh.
Selain itu perbedaan konseling dan psikoterapi disimpulkan oleh Pallone (1977) dan Patterson (1973) yang dikutip oleh Thompson & Rudolph (1983), sebagai berikut:
Konseling
Psikoterapi
Klien
Pasien
Gangguan yang kurang serius
Gangguan yang serius
Masalah; jabatan, pendidikan
Masalah kepribadian dan pengambilan keputusan
Berhubungan dengan pencegahan
Berhubungan dengan penyembuhan
Lingkungan pendidikan dan non medis
Lingkungan medis
Berhubungan dengan kesadaran
Berhubungan dengan ketidaksadaran
Metode pendidikan
Metode penyembuhan

Menurut saya pribadi perbedaan konseling dan psikoterapi terletak pada tujuannya dari masing-masing. Tujuan konseling memberikan support dan mendidik kembali, sedangkan psikoterapi bertujuan merekonstruksi keperibadian seseorang.

5.      Pendekatan Psikoterapi Terhadap Mental Illness
Menurut J.P. Chaplin  ada beberapa pendekatan psikoterapi terhadap mental illness, diantaranya:
a.       Biological
Meliputi keadaan mental organik, penyakit afektif, psikosis dan penyalahgunaan zat. Menurut Dr. John Grey, Psikiater Amerika (1854) pendekatan ini lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan karena kurangnya insulin.
b.      Psychological
Meliputi suatu peristiwa pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk, sekuel pasca-traumatic, kesedihan yang tak terselesaikan, krisis perkembangan, gangguan pikiran dan respon emosional penuh stres yang ditimbulkan. Selain itu pendekatan ini juga meliputi pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan pertumbuhan sepanjang hidup individu.
c.       Sosiological
Meliputi kesukaran pada sistem dukungan sosial, makna sosial atau budaya dari gejala dan masalah keluarga. Dalam pendekatan ini harus mempertimbangkan pengaruh proses-proses sosialisasi yang berlatar belakangkan kondisi sosio-budaya tertentu.
d.      Philosophic
Kepercayaan terhadap martabat dan harga diri seseorang dan kebebasan diri seseorang untuk menentukan nilai dan keinginannya. Dalam pendekatan ini dasar falsafahnya tetap ada, yakni menghagai sistem nilai yang dimiliki oleh klien, sehingga tidak ada istilah keharusan atau pemaksaan.

6.      Bentuk-bentuk Utama Terapi
Berdasarkan tujuan dan pendekatan metodis, Wolberg membagi perawatan psikoterapi menjadi tiga (3) tipe, yaitu :
a.       Penyembuhan Supportif (Supportive Therapy)
Merupakan perawatan dalam psikoterapi yang mempunyai tujuan untuk memperkuat benteng pertahanan (harga diri atau kepribadian), memperluas mekanisme pengarahan dan pengendalian emosi atau kepribadian, dan pengembalian pada penyesuaian diri yang seimbang. Penyembuhan supportif ini dapat menggunakan beberapa metode dan  teknik pendekatan, diantaranya:
ü  Bimbingan (Guidance)
ü  Mengubah lingkungan (Environmental Manipulation)
ü  Pengutaraan dan penyaluran arah minat
ü  Tekanan dan pemaksaan
ü  Penebalan perasaan (Desensitization)
ü  Penyaluran emosional
ü  Sugesti
ü  Penyembuhan inspirasi berkelompok (Inspirational Group Therapy)

b.      Penyembuhan Reedukatif (Reeducative Therapy)
Suatu metode penyembuhan yang mempunyai bertujuan untuk mengusahakan penyesuaian kembali, perubahan atau modifikasi sasaran/tujuan hidup, dan untuk menghidupkan kembali potensi. Adapun metode yang dapat digunakan antara lain:
ü  Penyembuhan sikap (attitude therapy)
ü  Wawancara (interview psychtherapy)
ü  Penyembuhan terarah (directive therapy)
ü  Psikodrama

c.       Penyembuhan Rekonstruktif (Reconstructive Therapy)
Penyembuhan rekonstruktif mempunyai tujuan untuk menimbulkan pemahaman terhadap konflik yang tidak disadari agar terjadi perubahan struktur karakter dan untuk perluasan pertunbuhan kepribadian dengan mengembangkan potensi. Metode dan teknik pendekatannya antara lain:
ü  Psikoanalisis
ü  Pendekatan transaksional (transactional therapy)
ü  Penyembuhan analitik berkelompok


Daftar Pustaka
1. Chaplin, J. P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
2. Drs. H. Abdul Aziz Ahyadi. (2005). Psikologi Agama. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
3. Gunarsa, Singgih D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.
4. Mohammad Aziz Shah Mohamed Arip, Mohammad Nasir Bistaman, Ahmad Jazimin Jusoh, Syed Sofian Syed Salim, Noor Saper. (2009). Kemahiran Bimbingan & Kaunseling. Kuala Lumpur: PTS Professional Publishing.
5. Prof. Dr. H. Mohamad Surya. (2003). Psikologi Konseling. Bandung: C.V. Pustala Bani Quraisy.
6. Paul Morrison & Philip Burnard. (2009). Caring and Communicating: Hubungan Interpersonal Dalam Keperawatan, Ed. 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Senin, 19 Januari 2015

Pelatihan dan Pengembangan

Perbedaan antara pelatihan dan pengembangan menurut (Syafaruddin:2001:217):
a.       Pelatihan
·         Tujuan: Peningkatan kemampuan individu bagi kepentingan jabatan saat ini.
·         Sasaran: Peningkatan kinerja jangka pendek.
·         Orientasi: Kebutuhan jabatan sekarang.
·         Efek terhadap karir: Keterkaitan dengan karir relatif rendah.
b.      Pengembangan
·         Tujuan: Peningkatan kemampuan individu bagi kepentingan jabatan yang akan datang.
·         Sasaran: Peningkatan kinerja jangka panjang.
·         Orientasi: Kebutuhan perubahan terencana atau tidak terencana.
·         Efek terhadap karir: Keterkaitan dengan karir relatif tinggi.

1.      Definisi Pelatihan
Pelatihan atau training menurut Sikula (1976) adalah proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir sehingga tenaga kerja non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu.
Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerjaan pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menghadapi tanggung jawabnya (Benandian John dalam DR. Faustino cardoso Gomes, M.Si) supaya efektif, pelatihan biasanya harus mencakup pengalaman belajar (learning experienced), aktivitas-aktivitas yang terperencana (be a plannad a organizational activity), dan didesign sebagai jawaban atas kebutuhan-kebutuhan yang berhasil diidentifikasikan.
Menurut Marzuki (1992, halaman 4), Pelatihan adalah pengajaran atau pemberian pengalaman kepada seseorang untuk mengembangkan tingkah laku (pengetahuan, skill, sikap) agar mencapai sesuatu yang diinginkan.
Pelatihan adalah saat kejadian pembelajaran yang dirancang sistematik dan relatif dalam lingkungan pekerjaan (Dunnette, 1998).

2.      Tujuan dan Sasaran Pelatihan dan Pengembangan
a.       Menurut Carrell dan Kuzmits (1982 : 278), tujuan utama pelatihan dapat dibagi menjadi 5 area:
·         Untuk meningkatkan ketrampilan karyawan sesuai dengan perubahan teknologi
·         Untuk mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru agar menjadi kompeten.
·         Untuk membantu masalah operasional.
·         Untuk menyiapkan karyawan dalam promosi.
·         Untuk memberi orientasi karyawan untuk lebih mengenal organisasinya

b.      Menurut Procton dan Thornton (1983 : 4) menyatakan bahwa tujuan pelatihan adalah:
·         Untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan bisnis dan operasional-operasional industri sejak hari pertama masuk kerja.
·         Memperoleh kemajuan sebagai kekuatan yang produktif dalam perusahaan dengan jalan mengembangkan kebutuhan ketrampilan, pengetahuan dan sikap

c.       Tujuan dari pelatihan secara umum menurut Sikula (1976), dirumuskan sebagai berikut:
·         Meningkatkan produktivitas
Produktivitas adalah keluaran dibagi dengan masukan. Salah satu unsur keluaran adalah prestasi kerja. Jadi prestasi kerja meningkat, keluaran meningkat, produktivitas meningkat.
·         Meningkatkan mutu
Tenaga kerja yang berpengetahuan dan berketerampilan baik hanya akan membuat sedikit kesalahan dan cermat dalam pelaksanaan pekerjaan.
·         Meningkatkan ketepatan dalam perencanaan SDM
Pelatihan yang tepat dapat membantu perusahaan untuk memenuhi keperluannya akan tenaga kerja dengan pengetahuan dan keterampilan tertentu di masa yang akan datang. Jika suatu saat diperlukan, maka lowongan yang ada dapat secara mudah diisi oleh tenaga dari dalam perusahaan sendiri (jika perusahaan memprakarsai dan secara teratur memberikan program pelatihan yang ada sesuai dan serasi untuk para tenaga kerjanya).
·         Meningkatkan semangat kerja
Suatu rangkaian reaksi positif dapat dihasilkan dari program pelatihan perusahaan yang direncanakan dengan baik.
·         Menarik dan menahan tenaga kerja yang baik
Para tenaga kerja, terutama para manajernya memandang kemungkinan untuk mengikuti pendidikan atau pelatihan sebagai bagian dari imbalan jasa (compensation) dari perusahaan terhadap mereka. Mereka berharap perusahaan membayar program pelatihan yang mengakibatkan mereka bertambah pengetahuan dan keterampilan dalam keahlian mereka masing-masing. Karena itu, banyak perusahaan yang menawarkan program pelatihan dan pengembangan yang khusus untuk menarik tenaga kerja yang berpotensi baik.
·         Menjaga kesehatan dan keselamatan kerja
Pelatihan yang tepat dapat membantu menghindari timbulnya kecelakaan di perusahaan dan dapat menimbulkan lingkungan kerja yang lebih aman dan sikap mental yang lebih stabil.
·         Menghindari keusangan (Obsolesecence)
Usaha pelatihan dan pengembangan diperlukan secara terus-menerus supaya para tenaga kerja dapat mengikuti perkembangan terakhir dalam bidang kerja mereka masing-masing. Ini berlaku baik untuk tenaga kerja pekerja (non manajerial) maupun untuk tenaga kerja manajerial.
·         Menunjang pertumbuhan pribadi (personal growht)
Pelatihan tidak hanya menguntungkan perusahaan, tapi juga menguntungkan tenaga kerja sendiri.

d.      Mager (1962) memberikan tiga aspek untuk merumuskan sasaran subjek pembahasan/latihan dengan baik, yaitu dalam setiap sasaran hendaknya:
·         Ada uraian tentang situasi yang diberikan (Given what)
·         Ada uraian tentang apa yang harus dilakukan (does what)
·         Ada uraian tentang bagaimana baiknyatrainee melaksanakannya (how well).

e.       Sasaran yang dapat dibedakan kedalam ini, ranah kognitif, afektif dan psikomotor dikembangkan oleh Bloom dan teman-temannya (Bloon, 1956, Simpson, 1966, Krathwohl, 1964) untuk sasaran pendidikan (education objectives). Pembagian ini dapat pula dipakai untuk sasaran pelatihan dan pengembangan.
·         Sasaran Kognitif
Sasaran yang menggambarkan perilaku kognitif, seperti pada contoh di atas: para peserta mampu mengidentifikasi. Atau contoh perilaku kognitif lain ialah mampu mengenal, mampu membedakan, mampu menilai, mampu menganalisis, dan sebagainya.
·         Sasaran Afektif
Meliputi perilaku yang berhubungan dengan perasaan dan sikap. Perilaku tentang suatu kesediaan, kecenderungan. Misalnya: “setiap kali membaca kembali dan membahas dengan teman setelah selesai menerima pelajaran.
·         Sasaran Psikomotor
Meliputi perilaku gerak. Contoh di atas dapat mengetik merupakan sasaran psikomotor.

3.      Faktor Psikologi dalam Pelatihan dan Pengembangan
Menurut Dole Yoder (dalam As’ad, 1998:67-70) agar pelatihan dan pengembangan dapat berhasil dengan baik, maka harus diperhatikan delapan faktor sebagai berikut:
a.       Individual Differences
Tiap-tiap individu mempunyai ciri khas, yang berbeda satu sama lain, baik mengenai sifatnya, tingkah lakunya, bentuk badannya maupun dalam pekerjaannya. Oleh karena itu, dalam merencanakan dan melaksanakan suatu pelatihan harus diingat adanya perbedaan individu ini. Perbedaan dapat nampak pada waktu para karyawan mengerjakan suatu pekerjaan yang sama, dengan diperolehnya hasil yang berbeda
b.      Relation to job analysis
Tugas utama dari analisa jabatan untuk memberikan pengertian akan tugas yang harus dilaksanakan didalam suatu pekerjaan, serta untuk mengetahui alat-alat apa yang harus dipergunakan dalam menjalankan tugas itu. Untuk memberikan pelatihan pada para karyawan terlebih dahulu harus diketahui keahlian yang dibutuhkannya. Dengan demikian program dari pelatihan dapat di arahkan atau ditujuakan untuk mencapai keahlian itu. Suatu pelatihan yang tidak disesuaikan dengan bakat, minat dan lapangan kerja karyawan, berakibat merugikan berbagai pihak, yaitu karyawan, perusahaan dan masyarakat.
c.       Motivation
Motivasi dalam pelatihan ini sangat perlu sebab pada dasarnya motif yang mendorong karyawan untuk menjalankan pelatihan tidak berbeda dengan motif yang mendorongnya untuk mwlakukan tugas pekerjaannya.
d.      Active Participation
Didalam pelaksanaan pendidikan pelatihan para trainess harus turut aktif mengambil bagian di dalam pembicaraan-pembicaraan mengenai pelajaran yang diberikan, sehingga akan menimbulkan kepuasan pada para trainess apabila saran-sarannya diperhatikan dan dipergunakan sebagai bahan-bahan pertimbangan untuk memecahkan kesulitan yang mungkin timbul.
e.       Selection of trainee
Pelatihan sebaiknya diberikan kepada mereka yang berminat dan menunjukkan bakat untuk dapat mengikuti latihan itu dengan berhasil. Dengan demikian apabila latihan diberikan kepada mereka yang tidak mempunyai minat, bakat dan pengalaman, kemungkinan berhasil sedikit sekali. Oleh karena itulah sangat perlu diadakan seleksi.
f.       Selection of trainers
Berhasil atau tidaknya seseorang melakukan tugas sebagai pengajar, tergantung kepada ada tidaknya persamaan kualifikasi orang tersebut dengan kualifikasi yang tercantum dalam analisa jabatan mengajar. Itulah sebabnya seorang trainer yang baik harus mempunyai kecakapan-kecakapan sebagai berikut:
·         Pengetahuan vak yang mendalam dan mempunyai kecakapan vak
·         Mempunyai rasa tanggungjawab dan sadar akan kewajiban
·         Bijaksana dalam segala tindakan dan sabar
·         Dapat berfikir secara logis
·         Mempunyai kepribadian yang menarik
g.      Trainer Pelatihan
Trainer sebelum diserahi tanggung jawab untuk memberikan pelajaran hendaknya telah mendapatkan pendidikan khusus untuk menjadi tenaga pelatih. Dengan demikian salah satu asas yang penting dalam pendidikan ialah agar para pelatih mendapatkan didikan sebagai pelatih
h.      Training Methods
Metode yang dipergunakan dalam pelatihan harus sesuai dengan jenis pelatihan yang diberikan. Misalnya, pemberian kuliah tidak sesuai untuk para karyawan pelaksana. Untuk karyawan pelaksana hendaknya diberikan lebih banyak peragaan disamping pelajaran teoritis.

4.      Teknik dan Metode Pelatihan dan Pengembangan
Program-program pelatihan dan pengembangan dirancang untuk meningkatkan perestasi kerja, mengurangi absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja. Ada dua kategori pokok program pelatihan dan pengembangan manajemen. (Decenzo&Robbins:1999:230): 
a.       Metode praktis.
Teknik-teknik “on the job trainning” merupakan metode latihan yang paling banyak digunakan. Karyawan dilatih tentang pekerjaan yang baru dengan supervisi langsung, seorang “pelatih” yang berpengalaman. Berbagai macam teknik ini yang biasa digunakan dalam praktek adalah sebagai berikut:
·         Rotasi jabatan merupakan latihan dengan memberikan kepada karyawan pengetahuan tentang bagian-bagian organisasi yang berbeda dan praktek berbagai macam ketrampilan manajerial.
·         Latihan instruksi pekerjaan merupakan latihan dengan memberikan petunjuk-petunjuk pekerjaan diberikan secara langsung pada pekerjaan dan digunakan terutama untuk melatih para karyawan tentang cara pelaksanaan pekerjaan sekarang.
·         Magang merupakan latihan dengan memberikan proses belajar dari seorang atau beberapa orang yang telah berpengalaman. Pendekatan itu dapat dikombinasikan dengan latihan “off job trainning”. Hampir semua karyawan pengrajin (care off), seperti tukang kayu dan ahli pipa atau tukang ledeng, dilatih dengan program-program magang formal. Aksestensi dan internship adalah bentuk lain program magang.
·         Pengarahan merupakan latihan dengan penyelia atau atasan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada karyawan dalam pelaksanaan kerja rutin mereka. Hubungan penyelia dan karyawan sehingga bawahan serupa dengan hubungan kotor-mahasiswa.
·         Penugasan sementara merupakan latihan dengan memberikan penempatan karyawan pada posisi manajerial atau sebagai anggota panitia tertentu untuk jangka waktu yang ditetapkan

b.      Metode simulasi.
Dengan metode ini karyawan peserta latihan representasi tiruan (artificial). Suatu aspek organisasi dan diminta untuk menanggapinya seperti dalam keadaan sebenarnya. Diantara metode-metode simulasi yang paling umum digunakan adalah sebagai berikut:
·         Metode Studi Kasus
Deskripsi tertulis suatu situasi pengambilan keputusan nyata disediakan. Aspek organisasi terpilih diuraikan pada lembar kasus.Karyawan yang terlibat dalam tipe latihan ini diminta untuk mengidentifikasikan masalah-masalah, menganalisa situasi dan merumuskan penyelesaian-penyelesaian alternatif. Dengan metode kasus, karyawan dapat mengembangkan ketrampilan pengambilan keputusan.
·         Permainan Rotasi Jabatan
Teknik ini merupakan suatu peralatan yang memungkinkan para karyawan (peserta latihan) untuk memainkan berbagai peranan yang berbeda. Peserta ditugaskan untuk individu tertentu yang digambarkan dalam suatu periode dan diminta untuk menanggapi para peserta lain yang berbeda perannya.  Dalam hal ini tidak ada masalah yang mengatur pembicaraan dan perilaku. Efektifitas metode ini sangat bergantung pada kemampuan peserta untuk memainkan peranan (sedapat mungkin sesuai dengan realitas) yang ditugaskan kepadanya. Teknik role playing dapat mengubah sikap peserta seperti misal menjadi lebih toleransi terhadap perbedaan individual, dan mengembangkan ketrampilan, ketrampilan antar pribadi (interpersonal skill).
·         Permainan Bisnis
Bussiness (management) game adalah suatu simulasi pengambilan keputusan skala kecil yang dibuat sesuai dengan kehidupan bisnis nyata. Permainan bisnis yang komplek biasanya dilakukan dengan bantuan komputer untuk mengerjakan perhitungan-perhitungan yang diperlukan. Permaianan di sistem dengan aturan-aturan tentunya yang diperoleh dari teori ekonomi atau dari study operasi-operasi bisnis atau industri secara terperinci. Para peserta memainkan “game” dengan memutuskan harga produk yang akan dipasarkan, berapa besar anggaran penjualan, siapa yang akan ditarik dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk melatih parakaryawan (atau manajer) dalam pengambilan keputusan dan cara mengelola operasi-operasi perusahaan.
·         Ruang Pelatihan
Agar program latihan tidak mengganggu operasi-operasi normal, organisasi menggunakan vestibule trainning. Bentuk latihan ini bukan dilaksanakan oleh atasan (penyelia), tetapi oleh pelatih-pelatih khusus. Area-area yang terpisah dibangun dengan berbagai jenis peralatan sama seperti yang akan digunakan pada pekerjaan sebenarnya.
·         Latihan Laboratorium
Teknik ini adalah suatu bentuk latihan kelompok yang terutama digunakan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan antar pribadi. Salah satu bentuk latihan laboratorium yang terkenal adalah latihan sensitivitas dimana peserta belajar menjadi lebih sensitif (peka) terhadap perasaan orang lain dan lingkungan. Latihan ini berguna untuk mengembangkan berbagai perilaku bagi tanggung jawab pekerjaan diwaktu yang akan datang.
·         Program-program pengembangan eksekutif
Program-program ini biasanya diselenggarakan di Universitas atau lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Organisasi bisa mengirimkan para karyawannya untuk mengikuti paket-paket khusus yang ditawarkan ; atau bekerjasama dengan suatu lembaga pendidikan untuk menyelenggarakan secara khusus suatu bentuk penataran, pendidikan atau latihan sesuai kebutuhan organisasi.


Sumber :
1.      Cordoso, Faustino. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi.
2.      Mangkuprawira, Tb. Sjafri. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta Selatan: Ghalia Indonesia.
3.      Procton, John dkk. (1993). Latihan Kerja. Jakarta: Aneka Cipta.
4.      Faustino Cardoso Gomes. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta : Andi Offset.
5.      Handoko, T. H. (2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : BPFE.
8.      google-sofyaneffendi.blogspot.com
9.      jurnal-sdm.blogspot.com
10.  kulpulan-materi.blogspot.com